Feeds:
Pos
Komentar

TIPE HUTAN KOTA

TIPE  HUTAN KOTA

1.   Tipe Hutan Kota

Hutan kota yang dibangun pada areal pemukiman bertujuan utama untuk pengelolaan lingkungan pemukiman, maka yang harus dibangun adalah hutan kota dengan tipe pemukiman. Hutan kota tipe ini lebih dititik-beratkan kepada keindahan, penyejukan, penyediaan habitat satwa khususnya burung, dan tempat bermain dan bersantai.

Kawasan industri yang memiliki kebisingan yang tinggi dan udaranya tercemar, maka harus dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang mempunyai fungsi sebagai penyerap pencemar, tempat istirahat bagi pekerja, tempat parkir kendaraan dan keindahan.

Kota yang memiliki kuantitas air tanah yang sedikit dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka fungsi hutan yang harus diperhatikan adalah sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air. Maka hutan yang cocok adalah hutan lindung di daerah tangkapan airnya.

a.  Tipe Pemukiman

Hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Taman adalah sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya. Umumnya dipergunakan untuk olah raga, bersantai, bermain dan sebagainya.

b.  Tipe Kawasan Industri

Suatu wilayah perkotaan pada umumnya mempunyai satu atau beberapa kawasan industri. Limbah dari industri dapat berupa partikel, aerosol, gas dan cairan dapat mengganggu kesehatan manusia. Di samping itu juga dapat menimbulkan masalah kebisingan dan bau yang dapat mengganggu kenyamanan.

Beberapa jenis tanaman telah diketahui kemampuannya dalam menyerap dan menjerap polutan. Dewasa ini juga tengah diteliti ketahanan dari beberapa jenis tanaman terhadap polutan yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Dengan demikian informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih jenis-jenis tanaman yang akan dikembangkan di kawasan industri.

c.  Tipe Rekreasi dan Keindahan

Manusia dalam kehidupannya tidak hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah seperti makanan dan minuman, tetapi juga berusaha memenuhi kebutuhan rohaniahnya, antara lain rekreasi dan keindahan. Rekreasi dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan manusia untuk memanfaatkan waktu luangnya (Douglass, 1982). Pigram dalam Mercer (1980) mengemukakan bahwa rekreasi dapat dibagi menjadi dua golongan yakni : (1) Rekreasi di dalam bangunan (indoor recreation) dan (2) Rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation). Brockman (1979) mengemukakan, rekreasi dalam bangunan yaitu mendatangkan pengalaman baru, lebih menyehatkan baik jasmani maupun rohani, serta meningkatkan ketrampilan.

Dewasa ini terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan minat penduduk perkotaan untuk rekreasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan peningkatan pendapatan, peningkatan sarana transportasi, peningkatan sistem informasi baik cetak maupun elektronika, semakin sibuk dan semakin besar kemungkinan untuk mendapat stress.

Rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi badan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, supaya siap menghadapi tugas yang baru. Untuk mendapatkan kesegaran diperlukan suatu masa istirahat yang terbebas dari proses berpikir yang rutin sambil menikmati sajian alam yang indah, segar dan penuh ketenangan.

d.  Tipe Pelestarian Plasma Nutfah

Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota yang memenuhi kriteria ini antara lain : kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. Ada 2 sasaran pembangunan hutan kota untuk pelestarian plasma nutfah yaitu :

  1. Sebagai tempat koleksi plasma nutfah, khususnya vegetasi secara ex-situ.
  2. Sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau dikembangkan

Manusia modern menginginkan back to nature. Hutan kota dapat diarahkan kepada penyediaan habitat burung dan satwa lainnya. Suatu kota sering kali mempunyai kekhasan dalam satwa tertentu, khususnys burung yang perlu diperhatikan kelestariannya. Untuk melestarikan burung tertentu, maka jenis tanaman yang perlu ditanam adalah yang sesuai dengan keperluan hidup satwa yang akan dilindungi atau ingin dikembangkan, misalnya untuk keperluan bersarang, bermain, mencari makan ataupun untuk bertelur.

Hutan yang terdapat di pesisir pantai menghasilkan bahan organik. Dedaunan yang jatuh ke air laut kemudia dapat berubah menjadi detritus. Pada permukaan detritus dapat menjumpai mikroorganisme air. Sebagian hewan merupakan pemakan detritus (detritus feeder). Nampaknya organisme yang memakan detritus ini, sesungguhnya memangsa mikroorganismenya, karena mikroorganisme mengandung protein, karbohidrat dan lain-lain. Apabila hutan ini hilang, maka detritus tidak tersedia lagi dan akibatnya hewan pemakan detritus pun akan musnah.

e.  Tipe Perlindungan

Selain dari tipe yang telah disebutkan di atas, areal kota dengan mintakat ke lima yaitu daerah dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan tebing-tebing yang curam ataupun daerah tepian sungai perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar terhindar dari bahaya erosi dan longsoran.

Hutan kota yang berada di daerah pesisir dapat berguna untuk mengamankan daerah pantai dari gempuran ombak laut yang dapat menghancurkan pantai. Untuk beberapa kota masalah abrasi pantai ini merupakan masalah yang sangat penting.

Kota yang memiliki kerawanan air tawar akibat menipisnya jumlah air tanah dangkal dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka hutan lindung sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air harus dibangun di daerah resapan airnya. Dengan demikian ancaman bahaya intrusi air laut dapat dikurangi.

f.  Tipe Pengamanan

Yang dimaksudkan hutan kota dengan tipe pengamanan adalah jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Dengan menanam perdu yang liat dan dilengkapi dengan jalur pohon pisang dan tanaman yang merambat dari legum secara berlapis-lapis, akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan. Sehingga bahaya kecelakaan karena pecah ban, patah setir ataupun karena pengendara mengantuk dapat dikurangi.

Pada kawasan ini tanaman harus betul-betul cermat dipilih yaitu yang tidak mengundang masyarakat untuk memanfaatkannya. Tanaman yang tidak enak rasanya seperti pisang hutan dapat dianjurkan untuk ditanam di sini.

 

Manfaat Pengembangan Hutan Kota

1.   Pelestarian Plasma Nutfah

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati (Buku I Repelita V hal. 429). Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan hutan kota dapat dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna secara exsitu. Salah satu tanaman yang langka adalah nam-nam (Cynometra cauliflora).

2.   Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara

Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting.

Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan Kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981).

Manfaat dari adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota.

3.   Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). diperkirakan sekitar 60-70% dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor (Krishnayya dan Bedi, 1986).

Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo dan Sigit (1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus) dan pala (Mirystica fragrans), asam landi (Pithecelobiumdulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan yang sedang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini : glodogan (Polyalthea longifolia) keben (Barringtonia asiatica) dan tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan kesumba (Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

4.   Penyerap dan Penjerap Debu Semen

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.

Studi ketahanan dan kemampuan dari 11 jenis akan yaitu : mahoni (Swietenia macrophylla), bisbul (Diospyrosdiscolor), tanjung (Mimusops elengi), kenari (Canarium commune), meranti merah (Shorealeprosula), kere payung (Filicium decipiens), kayu hitam (Diospyros clebica), duwet (Eugenia cuminii), medang lilin (Litsea roxburghii) dan sempur (Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990. Hasil penelitian ini menunjukkan, tanaman yang baik untuk dipergunakan dalam program pengembangan hutan kota di kawasan pabrik semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari, meranti merah, kere payung dan kayu hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk penghijauan di kawasan industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini selain agak peka terhadap debu semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap partikel semen (Irawati, 1990).

5.   Peredam Kebisingan

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey dan Deneke, 1978).

dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang

sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978), dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%.

6.   Mengurangi Bahaya Hujan Asam

Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1981).

Menurut Henderson et al., (1977) bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.

Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian pH air dari pada pH air hujan asam itu sendiri. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.

7.   Penyerap Karbon-monoksida

Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah (Phaseolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari.

Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Inman dan kawan-kawan dalam Smith (1981) mengemukakan, tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.

8.   Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen

Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.

Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.

Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (ficus benyamina). Lanjut Baca »

Jika Jawa Barat memiliki Kebun Raya Bogor yang terkenal, Sulawesi Selatan juga akan dikelak dengan hadirnya Kebun Raya Enrekang.Namanya Kebun Raya Massenrempulu Enrekang. Kebun raya ini terletak di Desa Karrang, Kecamatan Maiwa kabupaten Enrekang.Dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kehutanan Enrekang. Berfungsi sebagai pusat konservasi tanaman khas Sulawesi.Berkeliling di dalam kawasan kebun ini, akan membuat kita sadar betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Di dalamnya, suasana alam yang hijau bisa dinikmati, dan menyegarkan pandangan mata.Kebun Raya Enrekang, dibangun atas kerjasama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dengan Lembaga Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI. Pengembangannya bertujuan untuk menjaga habitat flora khas Pulau Sulawesi.Di dalam kebun yang terletak di sebelah selatan dari Kota Enrekang ini, setidaknya tercatat ada 99 jenis tumbuhan khas Sulawesi yang tengah dikembangbiakkan. Menurut Kepala UPTD Kebun Raya Enrekang, Zainal, beberapa di antaranya adalah tanaman yang langka.Kebun raya ini memang masih dalam tahap pengembangan. Namun sudah ramai dikunjungi warga, baik warga Enrekang khususnya pelajar maupun warga dari luar Enrekang.Proses pengembangannya baru berjalan enam tahun, tapi pohon-pohon yang menjadi tanaman koleksi di dalamnya sudah tumbuh dengan tinggi rata-rata berkisar 1 sampai 3 meter.Kebun yang jaraknya 211 kilometer dari arah Makassar tersebut, setidaknya telah menjadi satu dari belasan kebun raya di Nusantara yang mendapat prioritas untuk dikembangkan.Kebun Raya Enrekang bahkan berpotensi menjadi Kebun Raya yang terbesar di Indonesia, jika 300 hektare lahan tersebut sudah tergarap maksimal. Kebun raya ini memang cukup luas jika dibanding kebun raya bogor yang luasnya hanya berkisar 75 hektare.Kawasan dengan ketinggian sekitar 100 meter di atas permukaan laut tersebut berfungsi sekaligus sebagai tempat wisata alam, kamping, melakukan penelitian dan belajar mengenal flora.Kebun raya ini mengoleksi aneka macam tanaman bunga dan pohon, di dalamnya juga terdapat beberapa danau, dan tempat berkemah. kebun ini ramai dikunjungi saat hari libur, dan setiap waktu sore. Para remaja kerap menghabiskan waktu senja di sana.

Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Enrekang Umar Sappe mengatakan rehabilitasi hutan yang rusak di Kabupaten Enrekang harus dilakukan secepat mungkin, mengingat hutan-hutan di Enrekang tersebut perannya sangat vital sebagai penyangga ketersediaan air Sungai Saddang.
Salah satu sungai yang berhulu di Pegunungan Latimojong, Kabupaten Enrekang, merupakan sumber pemasok irigasi teknis seluas lebih dari 60.000 hektare di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Pinrang.“Dari seluas 87.000 hektare lebih luasan hutan yang ada di Kabupaten Enrekang, terdapat lebih dari 30.000 hektare yang kini dalam kondisi rusak dan memerlukan upaya rehabilitasi. Ini untuk menjaga tetap produktifnya ribuan hektare sawah,” kata Umar Sappe, usai menghadiri RPJMD 2009-2013 di Enrekang, Beragam upaya telah dilakukan oleh pihak Dinas Kehutan Kabupaten Enrekang untuk melakukan pelestarian serta rehabilitasi terhadap hutan yang rusak tersebut, seperti pembinaan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan hutan kepada masyarakat yang berdiam di sekitar hutan.Terutama menyangkut cara merehabilitasi lahan hutan yang rusak, melakukan penghijauan dan perlindungan terhadap hutan sebagai penampung air bagi sumber mata air untuk pengairan,pembangkit tenaga listrik, maupun untuk kebutuhan air minum. Lanjut Baca »

Kebun Raya Enrekang (KRE) yang dibangun sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pariwisata, dalam kurun waktu enam tahun terakhir telah mengoleksi 8.190 spesies tanaman, dan dari jumlah tersebut 1.709 spesies di antaranya adalah tanaman endemik asli Sulawesi.Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Enrekang Umar Sappe mengemukakan hal tersebut, di sela-sela pemantauan kebun Raya Enrekang di Kecamatan Cendana dan Kecamatan Maiwa.Meskipun dinilai berhasil, Umar Sappe juga mengungapkan, salah satu kendala untuk mengembangkan spesies tanaman di KRE adalah serangan babi hutan dan, kerbau liar akibat belum rampungnya pembangunan pagar, sehingga petugas di KRE dituntut bekerja ekstra.Beberapa permasalahan tersebut bisa diminimalisir dan dibenahi secara bertahap. ’’Untuk menghindari serangan babi hutan serta kerbau liar, kami telah membangun pagar. Sementara Untuk masalah kekurangan personil, bupati telah merancang dan disetujui oleh DPRD untuk membentuk UPTD KRE,’’ kata Umar.

Lanjut Baca »

Kebun Raya Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan dengan luas lahan 300 Ha, oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dinilai akan menjadi salah satu kebun raya terbesar di Indonesia pada masa yang akan datang.yang saat ini dalam tahap pemeliharaan dan penanaman kembali beberapa jenis pohon untuk melengkapi koleksi tanaman yang ada.Menurutnya, berdasarkan hasil kunjungan rombongan LIPI yang dipimpin Kepala LIPI Prof. Dr. Lukman Hakim,MSc beberapa hari lalu, koleksi tanaman beragam yang tersebar di Kebun Raya Enrekang sudah mulai tampak indah dengan pertumbuhan pesat, bahkan salah satu jenis kayu hitam dengan nama latin dyospiros celebica khas Enrekang juga sudah menyebar.LIPI memberi apresiasi atas keberhasilan kita memelihara dan mengembangankan beberapa jenis pohon, sehingga mereka berharap pemerintah kabupaten Enrekang tetap memberi perhatian khusus untuk kawasan pengembangan tanaman baru. Lanjut Baca »

Pengembangan Kebun Bibit Rakyat

Pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) merupakan salah satu program prioritas Kementerian Kehutanan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010, guna menyiapkan bibit berkualitas dalam jumlah yang cukup mendukung program penanaman di areal lahan sasaran rehabilitasi hutan dan lahan di seluruh Indonesia. Kebun Bibit yang dikelola dengan baik akan menghasilkan bibit-bibit yang berkualitas baik. Kebun Bibit Rakyat hanya berupa persemaian sementara dengan lokasi dekat dengan areal yang akan ditanami, berukuran kecil dan sederhana serta dikelola pada saat produksi bibit.

Langkah-langkah dalam pembangunan KBR :

1. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan Kelompok (RUKK) secara partisipatif, dan biasanya dibantu oleh Petugas Lapangan (PL) KBR.RUKK yang dimaksud secara umum berisi tentang perencanaan kegiatan pembibitan yaitu latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, tenaga kerja dan kebutuhan pangan, tata waktu, rencana pemanfaatan, struktur organisasi dan legalitas penyusunan dan pengesahan.

2. Menyiapkan lahan untuk persemaian dengan kondisi tertentu seperti lahan cukup landai dan rata, terlindungi dari angin kencang, ada naungan, dekat sumber air yang permanen sepanjang tahun dan dekat dengan jalan.

3. Menyiapkan benih untuk bibit.
Benih untuk pembibitan dapat berasal dari biji (Generatif) maupun stek, cangkok, atau okulasi (Vegetatif) tetapi sebaiknya berasal dari sumber benih bersertifikat. Untuk 1 (satu) Unit KBR sekurang-kurangnya memproduksi 50.000 batang bibit kayu-kayuan atau tanaman serbaguna, dengan jenis tanaman yang sesuai lahan dan iklim serta minat masyarakat setempat.

4. Membuat sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana kegiatan ini meliputi,
a. Papan nama dan tanda pengenal bedengan
b. Bedengan (tempat menyemai/menabur dan menyapih bibit yang terdiri dari bedeng tabur dan bedeng sapih.
c. Naungan, dapat berupa daun rumbia atau daun rumbia atau bisa juga dari paranet atau sharlon net, untuk bibit tertentu jika perlu dapat dibuatkan sungkup.
d. Jalan inspeksi (pemeriksaan), dibuat diantara bedengan untuk memudahkan menanam, menyiram, mengangkut dsb.
e. Sarana penyiraman, dapat berupa pompa air, bak penampungan, selang, gembor, ember, gayung, dsb.

5. Membuat bibit, pada tahap ini benih yang disediakan ditabur di bedeng tabur dan setelah berkecambah disapih/dipindahkan ke dalam wadah berupa polybag yang telah di beri media tanam.

6. Memelihara bibit, dapat dilakukan dengan melakukan penyiraman, penyiangan terhadap gulma, pemupukan, pemberantasan hama penyakit, menyulam bakal bibit yang rusak atau layu, menyortir bibit yang sehat dan seragam pertumbuhannya.

7. Bibit siap tanam
Umumnya bibit yang siap tanam memiliki ciri-ciri :
a. Tinggi memadai sesuai jenisnya
b. Pangkal batang sudah berkayu
c. Kondisi sehat dan normal pertumbuhannya.
Setelah bibit siap tanam maka bibit tersebut diangkut ke lokasi penanaman. Lanjut Baca »

Sosialisasi Perda PKHR

Menurut Kepala Dinas Kehutanan mengatakan perlunya sosialisasi Perda  Pengelolahan Kayu Pada Hutan Rakyat ( PKHR ) dilakukan agar masyarakat mengetahui perda  yang secara resmi telah di berlakukan yang sebelumnya merupakan Perda Izin Pengelolan Kayu Tanah Milik (IPKTM),sehinggah tidak ada tidak ada salah pengertian dan mesyarakat mengetahui dan memahami perubahan pasal-pasal dari perubahan perda tersebut.konten bardalam perda tersebut sebenarnya tak terlalu jauh dengan perda semula, hanya cakupan pengelolaan kayu pada hutan rakyatnyalah kini yang difokuskan. Dimana, terdapat kejelasan batasan-batasan kepada masyarakat yang ingin mengekspolitasi kayu dari hutan secara berlebih.“Perda baru ini diharapkan dapat mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengolah kayu hutan, sehingga peran warga dalam menjaga kelestarian hutan juga kian maksimal setelah direvisi,” ungkap Umar Sappe.Revisi Perda dilakukan karena Dishut Enrekang menilai perlu mengontrol aktivitas masyakarat, khususnya pada penebangan kayu hutan, dimana Perda sebelumnya, Izin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik (Perda No 13 tahun 2006) mewajibkan retribusi penebangan kayu sebagai sumber PAD Dishut bagi daerah. Lanjut Baca »

Demi menyukseskan program nasional rehabilitasi hutan dan lahan tahun ini. Dinas Kehutanan (Dishut) Enrekang melakukan Penaburan Benih atau dikenal dengan Aerial Seeding dari udara memakai dua helikopter yang dimulai 27 Oktober lalu. Aeral Seeding ini hanya dilakukan di Kabupaten Gowa, Maros, Bone, Tana Toraja, Pinrang dan Enrekang. Kepala Dishut Enrekang, Umar Sappe menyebutkan “Ini sifatnya uji coba pola. Jadi diharapkan nanti, setelah bibit sukses tumbuh, hutan-hutan yang sudah mulai gundul di lokasi tersebut bisa kembali rimbun,”. Sampai saat ini, Dishut telah menyebar 21.200 butir pinus dan bibit trembesi sebanyak 1.869 kilogram dari udara. Area penyebaran bibit tersebut di Kecamatan Masalle dengan luas lahan sekitar 805 hektare.“Jadi kita mulai dari perbatasan Pinrang sampai di perbatasan Tana Toraja di Masalle. Khususnya di wilayah yang dianggap sulit ditembus dengan jalur darat, Semua bibit dibentuk seperti bola kecil. Dibagian luarnya dilapisi tanah. Bola-bola itulah yang disebar dari udara. Ini kita akan lakukan sampai semua bibit selesai disebar,” terang Kepala Dishut Enrekang ini. Lanjut Baca »

Kebun Raya Enrekang (KRE) yang di bangun pada tahun 2005 yang berlokasi di Desa Karrang,Kecamatan Maiwa yang memiliki sedikitnya 8.190 spesimen jumlah tanaman pembibitan dan 1.709 tanaman khas sulawesi sehinggah berpotensi dapat di jadikan  sebagai tempat penelitian dan pembibitan tanaman kerena memiliki spesimen tanaman lengkap terutama spesimen dari kawasan wallacea.sehinggah kehadiran KRE dinilai sangat penting.”sehinggah putra-putri kita tidak perlu jauh-jauh ke Jawa melakukan penelitiann terhadap tanaman sebab daerah kita juga punya kebun raya yang bisa di mamfaatkan sebagai sarana konservasi, penelitian dan rekreasi dan namun masih butuh proses dan waktu agar mampu menjadi yang terbaik di nusantara sehinggah harus memperhatikan pembagunannya terus menerus,”Kata Kepala LIPI,Prof Dr Lukman Hakim. Lanjut Baca »